Pada penyediaan layanan transportasi, dalam hal ini kereta api angkutan penumpang ekonomi terdapat tarik menarik kepentingan antara para pemangku kepentingan. Para pemangku kepentingan dimaksud adalah masyarakat selaku pengguna jasa, yang berkepentingan terhadap tarif yang terjangkau daya beli masyarakat dan pelayanan yang layak sehingga masih seimbang antara nilai tambah dan pengorbanan yang harus dibayarkan. Selanjutnya adalah penyedia jasa sebagai entitas usaha, yang berkepentingan terhadap keuntungan dan kelangsungan usahanya, serta Pemerintah selaku regulator yang berkepentingan untuk mengatur dan mengawasi agar pengguna jasa dan penyedia jasa tidak ada yang dirugikan dengan menyelaraskan perbedaan kepentingan tersebut.
Dalam upaya menyelaraskan antara kepentingan penyedia jasa angkutan dengan pengguna jasa angkutan, maka Pemerintah melakukan intervensi dalam menetapkan tarif jasa angkutan kereta api yang dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, menentukan dan mengawasi tingkat pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa, dan memberikan kompensasi berupa dana PSO termasuk keuntungan yang wajar bagi penyedia jasa.
Tingkat tarif akan menentukan besarnya penerimaan perusahaan jasa angkutan kereta api dan sekaligus juga akan menunjukkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna jasa angkutan. Tarif diusahakan masih dalam jangkauan daya beli pengguna jasa angkutan namun tetap menjamin penerimaan yang layak bagi perusahaan jasa angkutan.
Tarif angkutan merupakan besar biaya yang ditanggung/ dibebankan kepada pengguna jasa angkutan kereta api sebagai kompensasi biaya yang dikeluarkan oleh penyedia jasa sehubungan dengan penggunaan fasilitas yang digunakan untuk tingkat pelayanan tertentu. Pengenaan tarif untuk kereta api angkutan penumpang ekonomi ditentukan oleh pemerintah (Dephub).
Dalam kondisi persaingan sempurna, tarif angkutan merupakan hasil pembagian antara biaya-biaya produksi/operasi dalam penyelenggaraan angkutan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Pada kondisi tertentu daya beli masyarakat tidak dapat dipertemukan dengan kebutuhan pengusahaan angkutan, perlu diadakan subsidi oleh Pemerintah. Dalam hal angkutan bersubsidi seperti kewajiban pelayanan umum (PSO) pada kereta api angkutan penumpang ekonomi, maka idealnya tarif jasa angkutan lebih rendah dari hasil pembagian tersebut.
Kewajiban pelayanan umum (PSO) kereta api angkutan penumpang ekonomi diberikan sebagai akibat disparitas/perbedaan harga pokok penjualan operator penyedia jasa angkutan (BUMN / Swasta) dengan harga atas produk/jasa (tarif) yang ditetapkan oleh pemerintah agar pelayanan produk / jasa tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat (publik), oleh karena itu dilakukan campur tangan Pemerintah dalam menentukan besaran tarif jasa kereta api angkutan penumpang ekonomi agar terjangkau oleh kemampuan masyarakat.
Apabila terjadi penetapan tarif angkutan dibawah harga pokok idealnya, maka pemerintah harus menyediakan kompensasi berupa dana PSO kepada penyedia jasa (operator). Pemberian subsidi tersebut dilakukan kepada penyedia jasa kereta api angkutan penumpang ekonomi sehubungan dengan selisih pendapatan dengan biaya operasional sebagai akibat masih rendahnya faktor muat (load factor) lintasan kereta api yang dilayani. Perhitungan kompensasi pada penyelenggaraan penugasan kewajiban pelayanan umum (PSO) kereta api penumpang ekonomi dilakukan terhadap penyediaan pelayanan kelas ekonomi di seluruh wilayah operasi penyedia jasa (PT. KA) serta terhadap pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur jalan kereta api milik Pemerintah, sehingga pembayaran Pemerintah terhadap penyedia jasa harus sama dengan PSO + IMO – TAC.Dalam pasar yang efisien pemberian subsidi atau kompensasi untuk penugasan PSO harus sesuai dengan biaya tambahan yang dikeluarkan ditambah dengan marjin keuntungan, sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan atas Pasal 66 ayat (1) dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, yaitu bahwa “Jika dalam implementasi penugasan tersebut, setelah dikaji secara finansial tidak layak (feasible), Pemerintah memberikan kompensasi berupa subsidi melalui skema PSO, termasuk marjin keuntungan yang diharapkan”. Akan tetapi penjelasan pasal tersebut tidak merinci bagaimana marjin keuntungan yang diharapkan dihitung, sehingga dalam realisasinya terdapat perbedaan pendekatan sistem perhitungan kompensasi PSO antara Pemerintah selaku pemberi penugasan PSO dengan penyedia jasa selaku pelaksana penugasan PSO yang mengakibatkan kerugian bagi penyedia jasa.
Pada penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum (PSO) yang ada saat ini terdapat perbedaan pendekatan dalam perhitungan biaya antara pembeli (Dephub) dan penyedia jasa /operator (PT. KA) serta lemahnya mekanisme kontrak formal membuat pembayaran PSO seringkali di bawah biaya yang sebenarnya, yang mengakibatkan adanya kerugian yang dialami oleh operator (BUMN). Lebih lanjut, kurangnya kompetisi dalam pelaksanaan PSO secara efektif menurunkan insentif untuk efisiensi, sehingga meningkatkan biaya penyediaannya. Sebagai akibatnya, jumlah kompensasi dana PSO subsidi yang dialokasikan belum cukup untuk memberikan tingkat pelayanan yang layak. Dengan kondisi tersebut, maka pengusahaan kereta api angkutan penumpang ekonomi yang dilakukan oleh penyedia jasa adalah dengan melakukan efisiensi biaya pokok operasi, terutama pada biaya perawatan/pemeliharaan, sebagai akibatnya terjadi penurunan tingkat pelayanan yang diberikan kepada pengguna jasa.
Perhitungan biaya pokok operasi pada pelaksanaan kewajiban pelayanan umum kereta api angkutan penumpang ekonomi saat ini menggunakan metoda Full Costing dimana seluruh biaya dibebankan sebagai biaya penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum (PSO) kereta api angkutan penumpang ekonomi dengan pembebanan tertentu. Dalam perhitungan biaya pokok operasi perlu kiranya dikaji lebih lanjut khususnya untuk biaya tidak langsung (overhead) dengan meminimalkan besaran biaya bergabung (common cost) melalui identifikasi biaya yang timbul dari sumber kegiatannya, untuk selanjutnya dilakukan pembebanan dengan menggunakan dasar yang relevan.
Dalam perhitungan biaya pokok operasi, juga terdapat komponen biaya yang harus dicermati, seperti besaran keuntungan/ marjin bagi penyedia jasa. Mengacu pada UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN dan sebagai suatu entitas bisnis, maka sudah selayaknya jika dalam komponen biaya pokok operasi terdapat keuntungan/marjin bagi penyedia jasa. Lebih lanjut, biaya pokok yang belum disesuaikan dengan kondisi saat ini dapat juga menyebabkan kerugian bagi penyedia jasa dalam kegiatan operasiionalnya, ketika load factor yang diharapkan tidak tercapai, dan juga komponen biaya pokok operasi sudah berubah naik.
Berdasarkan penjelasan uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan mendasar dalam penataan kereta api angkutan penumpang ekonomi, antara lain sebagai berikut:
- Permasalahan dalam penentuan tarif berdasarkan biaya pokok operasi penyedia jasa yang efisien.
- Permasalahan dalam penentuan marjin keuntungan yang layak bagi penyedia jasa dalam perhitungan komponen biaya pokok operasi.
- Penentuan tarif berdasarkan realisasi daya beli masyarakat (pengguna jasa).
- Penentuan tingkat pelayanan sesuai dengan besaran tarif yang ditetapkan.