Warning: file_put_contents(/home/t92143/public_html/wp-content/shield/test_write_file.txt): failed to open stream: Disk quota exceeded in /home/t92143/public_html/wp-content/plugins/wp-simple-firewall/src/lib/vendor/fernleafsystems/wordpress-services/src/Core/Fs.php on line 421

Warning: file_put_contents(/home/t92143/public_html/wp-content/uploads/shield/test_write_file.txt): failed to open stream: Disk quota exceeded in /home/t92143/public_html/wp-content/plugins/wp-simple-firewall/src/lib/vendor/fernleafsystems/wordpress-services/src/Core/Fs.php on line 421

Warning: file_put_contents(/tmp/shield/test_write_file.txt): failed to open stream: Disk quota exceeded in /home/t92143/public_html/wp-content/plugins/wp-simple-firewall/src/lib/vendor/fernleafsystems/wordpress-services/src/Core/Fs.php on line 421

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/t92143/public_html/wp-content/plugins/wp-simple-firewall/src/lib/vendor/fernleafsystems/wordpress-services/src/Core/Fs.php:421) in /home/t92143/public_html/wp-includes/feed-rss2.php on line 8
Technical Reference – Dardela Yasa Guna https://dardela.com Website Resmi Mon, 06 Jan 2020 17:50:19 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=5.3.17 Public Service Obligation (PSO) https://dardela.com/2020/01/06/public-service-obligation-pso/ https://dardela.com/2020/01/06/public-service-obligation-pso/#respond Mon, 06 Jan 2020 17:50:11 +0000 http://dardela.com/?p=440
Dalam penyaluran PSO ternyata terdapat beberapa kendala. Untuk dapat menyelesaikan kendala tersebut, kita harus dapat mengidentifikasi beberapa kendala tersebut. Berikut ini adalah beberapa kendala yang sering dihadapi dalam penyaluran PSO. Paling tidak ada tiga permasalahan yang sering dikeluhkan oleh BUMN-BUMN yang mendapat penugasan PSO. Pertama, subsidi PSO tersebut dinilai masih belum mencukupi untuk menutup kerugian menjalankan penugasan PSO. Hal ini karena besarnya subsidi PSO yang diberikan oleh Pemerintah tergantung kepada kemampuan keuangan negara.

Permasalahan yang kedua adalah pencairan subsidi PSO yang dilakukan di belakang. Karena pihak pemerintah harus melakukan verifikasi terlebih dahulu sebelum melakukan pembayaran/penggantian biaya atas tugas pelayanan umum yang telah dilakukan oleh BUMN sehingga berdampak pada terganggunya arus kas BUMN. Permasalahan yang ketiga adalah pemanfaatan dana PSO sering salah sasaran. Contohnya adalah PT KAI yang mendapat dana PSO untuk pengoperasian KA ekonomi telah menggunakan dana tersebut untuk mensubsidi KA kelas yang lebih tinggi. Untuk menghindari hal tersebut, perlu ada mekanisme yang baik terhadap pelaksanaan penggunaan dana PSO.

Setelah mengetahui persoalan dalam pengelolaan PSO, perlu langkah-langkah perbaikan agar tujuan pelaksanaan PSO yang mulia yaitu untuk membantu rakyat miskin dapat tercapai. Demikian juga dari sisi keungan negara tidak membebani APBN. Langkah-langkah perbaikan tersebut antara lain :

Perlunya disediakan payung hukum yang mengatur batasan-batasan kegiatan apa saja yang dapat diajukan sebagai PSO. Berdasarkan kebijakan dalam RKP, PSO yang perlu ditampung dalam APBN adalah penyediaan pelayanan oleh BUMN tertentu kepada masyarakat dengan harga di bawah harga pasar, seperti subsidi untuk kereta api kelas ekonomi, subsidi pos, subsidi untuk Pelni, dan sejenisnya. Untuk ke depannya perlu diperjelas lagi agar tidak semua kegiatan BUMN yang melayani masyarakat dimintakan PSO ke Pemerintah. Hal ini tidak lain untuk mengurangi beban APBN yang semakin berat dengan adanya berbagai bencana yang menimpa bumi pertiwi ini.Perlu diatur dasar-dasar penilaian PSO yang diajukan oleh BUMN maupun Kementerian Teknis terkait. Berdasarkan RKP, pengajuan subsidi harus disertai dengan alasan dan dasar perhitungan yang jelas mengenai besarnya subsidi yang diajukan. Namun demikian, dasar perhitungannya masih kurang detil, karena masing- masing PSO berbeda dalam menghitung komponen biaya pokok produksi. Apabila dasar perhitungan tersebut tidak diatur secara jelas, menyebabkan adanya kemungkinan BUMN/Kementerian Lembaga akan meningkatkan BPP dalam rangka memperoleh kompensasi PSO yang lebih besar.Disinyalir ada kecenderungan bahwa BUMN yang sudah mendapat Penyertaan Modal Negara masih meminta PSO. Mungkin perlu dipikirkan suatu aturan mengenai besaran dana yang dapat diterima oleh suatu BUMN : apakah memungkinkan bagi suatu BUMN untuk mendapat PMN dan sekaligus PSO, atau bagi suatu BUMN hanya berhak mendapatkan salah satu atau malah tidak dua-duanya. Dengan demikian, beban APBN akan menjadi semakin berkurang.Perlu diatur juga tentang instansi pemerintah yang mempunyai kewenangan menetapkan besaran PSO tersebut. Selama ini, kebijakan besaran, bentuk, dan jenis PSO ditetapkan oleh Pemerintah (Departemen Keuangan, Departemen Teknis/regulator, dan Kementerian Negara BUMN) dengan DPR. Namun tidak jelas apa kewenangan dan tanggung jawab masing-masing instansi terkait tersebut. Selain itu, juga belum ada proses pengajuan PSO secara jelas. Dengan demikian, dimungkinkan BUMN/Kementerian Lembaga tersebut akan mengajukan PSO langsung ke DPR untuk mempersingkat waktu. Apabila hal ini dilakukan, maka mekanisme APBN yang selama ini berlaku menjadi terganggu.Mekanisme pengajuan subsidi sebaiknya datang dari Kementerian/Lembaga yang terkait erat dengan komoditi dalam bentuk barang dan jasa, atau yang ketersediaannya menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga yang bersangkutan. Pengajuan tersebut dilakukan bersamaan dengan pengajuan kegiatan kementerian/lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian, kegiatan atau pengajuan subsidi, termasuk PSO secara lebih terperinci diuraikan pada kegiatan prioritas, atau dalam kegiatan kementerian/lembaga.Dalam pelaksanaannya perlu dibuat suatu kontrak yang menyebutkan antara lain layanan yang perlu disediakan oleh BUMN yang mendapat penugasan. Hal ini untuk menjamin bahwa dengan adanya PSO tersebut, terdapat perubahan pelayanan terhadap masyarakat dan perubahan struktural. Kontrak tersebut perlu dievaluasi, dan apabila dalam kenyataannya BUMN yang bersangkutan tidak dapat memenuhi kontrak tersebut, maka subsidi/ bantuan dalam rangka PSO-nya tidak akan dibayar.
Terakhir diperbaharui ( Jumat, 21 Agustus 2009 )
]]>
https://dardela.com/2020/01/06/public-service-obligation-pso/feed/ 0
Komponen-komponen BOKA Ekonomi https://dardela.com/2020/01/06/komponen-komponen-boka-ekonomi/ https://dardela.com/2020/01/06/komponen-komponen-boka-ekonomi/#respond Mon, 06 Jan 2020 17:49:03 +0000 http://dardela.com/?p=438
Komponen-komponen mengenai biaya pengoperasian angkutan kereta api penumpang kelas ekonomi sebagaimana yang dimaksudkan dalam SKB terdiri dari 9 (sembilan) macam biaya yang meliputi:
1.      Penyusutan sarana yang merupakan milik badan penyelenggara yang terdiri dari :
a.       Lokomotif;
b.      Kereta.
2.      Pemeliharaan sarana, terdiri dari :
a.       Lokomotif;
b.      Kereta.
3.      Pelumas;
4.      BBM atau sumber energi yang lain;
5.      Awak yang terdiri dari :
a.       Biaya tetap
b.      Biaya premi awak
6.      Penggunaan prasarana;
7.      Stasiun;
8.      Umum;
9.      Kantor pusat.
Pada paragrhap sebelumnya disampaikan bahwa biaya pengoperasian sesuai dengan Surat Keputusan Bersama Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Direktur Jenderal Anggaran dan Deputi Kepala Bappenas Bidang Prasarana No. SK.95/HK.101/DRJD/99, No. KEP – 37/A/1999 dan No. 3008/D.VI/06/1999 terdiri dari 9 (sembilan) biaya. Namun pada prinsipnya biaya produksi dalam hal ini Biaya Operasi Kereta Api (BOKA) terdiri dari dua macam biaya yaitu biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung terdiri dari biaya tenaga kerja langsung dan biaya bahan langsung, sedangkan biaya tak langsung berupa biaya overhead yaitu seluruh biaya produksi yang tidak dapat digolongkan sebagai biaya bahan langsung dan  biaya tenaga kerja langsung.
1. Biaya tenaga kerja langsung (biaya awak)
Yang dimaksud biaya tenaga kerja langsung dalam BOKA adalah biaya awak yang terdiri dari masinis, asisten masinis, kondektur, dan petugas PLKA.
a. Gaji tetap
Yang dimaksud dengan biaya awak adalah gaji dan tunjangan yang dibayarkan bagi pegawai yang melekat di KA, yaitu terdiri dari masinis, asisten masinis, kondektur dan petugas PLKA. Dalam hal ini setiap petugas akan mendapatkan gaji bulanan juga akan mendapatkan emulemen yang dihitung berdasarkan setiap dinasan.
Untuk menghitung pembebanan gaji pokok awak setiap KA yang beroperasi akan dihitung dengan mencari biaya gaji pokok awak per jam, yang didapat dari gaji rata-rata petugas dibagi jam kerja per bulan lalu dikalikan dengan jam tempuh KA.
Pembebanan gaji pokok = Total gaji rata2 petugas/150 x jam tempuh
b. Emulemen
Emulemen dibayarkan kepada awak yang menjalankan dinasan, pembayaran emulemen telah diperhitungkan sesuai dengan ketentuan berlaku di PT.KAI.
Emulemen perawak KA terdiri dari:
• Premi dasar
Premi dasar dibayarkan kepada setiap awak KA dengan jumlah rupiah yang telah ditentukan. Cara perhitungan premi dasar adalah sebagai berikut:
Setiap kali awak melakukan dinasan dibayar Rp. X, untuk waktu tempuh 6 jam dan 15 menit
• Premi tambahan
– Awak yang melakukan dinasan dengan waktu tempuh melebihi 6,15 jam minimal kelebihannya 30 menit. Jika kelebihan waktu tempuh melewati 6 jam dan 15 menit, maka jumlah yang diberikan adalah sebagai premi dasar
– Awak yang menginap
• Premi Km
Premi Km dibayarkan kepada awak berdasarkan jarak tempuh setiap kali dinasan. Premi Km dihitung dengan cara mengalikan tarif yang telah ditentukan oleh PT.KAI untuk setiap awak dikalikan Km tempuh KA yang beroperasional

2. Biaya bahan langsung (biaya bahan bakar dan pelumas)
Biaya bahan langsung yang dimaksud ini adalah biaya bahan bakar dan pelumas. Pada perhitungan BOKA per Km – KA standarnya menggunakan grosston sebagai dasar perhitungan. Tetapi sesungguhnya yang terjadi untuk menghitung penggunaan bahan bakar dan pelumas menggunakan 2,5 L solar (termasuk didalamnya untuk kereta pembangkit) dan 0,068 L pelumas per Km. Jika ditelusur ke biaya bahan bakar yang sesunguhnya ternyata standar ini masih bisa digunakan.

3. Biaya overhead
Secara garis besar biaya overhead bisa dikelompokkan menjadi tiga:
a. Biaya overhead yang langsung bisa ditelusuri ke tiap-tiap KA misalnya biaya depresiasi dan biaya perawatan KA
b. Biaya overhead yang dibebankan menurut jenis KA
c. Biaya overhead yang tidak bisa dihubungkan secara khusus dengan bahkan dengan biaya perjenis KA. Biaya overhead ini dikeluarkan untuk semua jenis KA. Untuk biaya overhead jenis ketiga ini cara pembebanan kepada KA dilakukan melalui dua tahapan:
Dialokasikan per jenis KA
Setelah tahapan pertama baru dialokasikan ke seluruh KA pada masing – masing jenis KA. Misalnya untuk KA ekonomi kemudian dialokasikan ke masing- masing KA ekonomi


(i) Biaya deprisiasi
Biaya deprisiasi yang sekarang berlaku pada perhitungan BOKA dihitung dengan menggunakan Metode Harga Pokok Pengganti (Replacement Cost Method): PT KAI tetap menggunakan metode garis lurus, tetapi nilai aktiva yang didepresiasikan dinilai sebesar harga beli aktiva yamg sama pada saat ini dalam dolar kemudian dikalikan dengan nilai tukar (kurs) saat ini.
Asumsi yang digunakan PT.KAI menggunakan harga pokok pengganti, bukan harga perolehannya, dengan anggapan bahwa harga beli lokomotif pada saat telah digunakan 20 tahun (umum ekonomisnya) akan mengalami kenaikan yang signifikan.
Untuk pembelian lokomotif dan kereta baru, agar PT.KAI mampu membeli lokomotif dan kereta baru setelah umur ekonomisnya habis, maka pembebanan kepada tarif dilakukan dengan menggunakan harga perolehan pengganti sebagai dasar perhitungan deprisiasi
(ii) Biaya perawatan
Selanjutnya pada bahasan berikut mengulas tentang perawatan sarana kereta api. Untuk perhitungan BOKA, biaya perawatan dibebankan sebesar biaya standar MI (Maintenance Instruction). Namun dalam pelaksanaannya dengan alasan keterbatasan data, PT. KAI mempunyai standar perawatan sendiri yang disetujui oleh pejabat internal perusahaan.
Jika dibandingkan dengan biaya perawatan standar PT.KAI, maka biaya perawatan sesungguhnya menunjukkan angka yang lebih besar kira-kira 25%. Namun jika perawatan sesungguhnya dibandingkan dengan standar MI, maka biaya perawatan sesungguhnya masih lebih kecil dari biaya perawatan standar MI, karena kenyataannya terdapat beberapa item perawatan yang tidak dilaksanakan.
(iii) Biaya pegawai
Selain biaya tenaga kerja langsung yang dalam hal ini adalah biaya awak, biaya yang berkaitan dengan keseluruhan pegawai PT.KAI dapat dikelompokkan menjadi:
Pegawai langsung yang dibebankan sebagai awak KA yang disebut biaya tenaga kerja langsung;
Pegawai tidak langsung yang dibebankan ke BOKA sebagai non awak terdiri dari pegawai divisi sarana yang tidak berada di atas kereta. Alokasinya berdasarkan Km-KA;
Pegawai stasiun yang dibebankan ke BOKA menjadi bagian/elemen dari biaya stasiun. Alokasinya berdasarkan proporsi pendapatan;
Pegawai lainnya yang meliputi pegawai TPK, Balai Yasa, Dipo, Instalasi Tetap, Gudang, Inklaring, Mess dan BPLT serta Kantor Pusat, DAOP.
Terakhir diperbaharui ( Sabtu, 16 Mei 2009 )
]]>
https://dardela.com/2020/01/06/komponen-komponen-boka-ekonomi/feed/ 0
Sistem Jaringan Jalan https://dardela.com/2020/01/06/sistem-jaringan-jalan/ https://dardela.com/2020/01/06/sistem-jaringan-jalan/#respond Mon, 06 Jan 2020 17:48:05 +0000 http://dardela.com/?p=436
Secara hirarki sistem jaringan jalan yang baik dapat dilihat berdasarkan fungsi utamanya yaitu mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya, yang secara garis besarnya terdiri atas 2 (dua) golongan utama yaitu struktur sistem jaringan jalan primer dan sekunder.


Pengelompokan jalan berdasarkan peranannya, dapat terlihat seperti dibawah ini :
Jalan Arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan jarak jauh, dengan kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efesien.

Jalan Kolektor, yaitu jalan yang berfungsi sebagai penguimpul dan pembagi arus lalu lintas, melayani angkutan denga ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk yang masih terbatas.

Jalan Lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-ratanya rendah dengan jumlah jalan masuk yang tidak dibatasi.

Sedangkan persyaratan jalan sesuai dengan peranannya dapat dirinci sebagai berikut:
1.    Jalan ArteriKecepatan rata-rata minimum 60 km/jam.Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas balik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal.Jalan masuk dibatasi secara efesien.Jalan persimpangan dengan pengaturan tertentu tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
2.    Jalan Kolektor Primer
Kecepatan rencana minimum 40 km/jam.Kapasitas sama atau lebih besar dari pada volume lalu lintas rata-rata.
Jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana serta kapasitas jalan.
Jalan tidak terputus walaupun masuk kedalam kota.
3.    Jalan Lokal Primer
Kecepatan rencana minimum 20 km/jam.
Tidak terputus walaupun melalui desa.
4.    Jalan Arteri Sekunder
Kecepatan rencana minimum 20 km/jam.
Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
Persimpangan dengan pengaturan tertentu, tidak mengurangi kecepatan dan kapasitas jalan.
5.    Jalan Kolektor Sekunder
Kecepatan rencana minimum 20 km/jam.
6.    Jalan Lokal Sekunder
Kecepatan rencana minimum 10 km/jam.
Persyaratan teknik diperuntukkan bagi kendaraan beroda tiga atau lebih.Artikel terkait Konsepsi Pengaturan

Terakhir diperbaharui ( Rabu, 25 Maret 2009 )
]]>
https://dardela.com/2020/01/06/sistem-jaringan-jalan/feed/ 0
Subsidi Keperintisan Angkutan Penyeberangan https://dardela.com/2020/01/06/subsidi-keperintisan-angkutan-penyeberangan/ https://dardela.com/2020/01/06/subsidi-keperintisan-angkutan-penyeberangan/#respond Mon, 06 Jan 2020 17:47:08 +0000 http://dardela.com/?p=434

Dari hasil perbandingan masing-masing kebijakan menggunakan metode matriks sandingan, dari aspek regulasi dan konsep pendanaan diketahui bahwa sasaran pendistribusian kebijakan subsidi keperintisan angkutan penyeberangan adalah kepada penyelenggaraan/pengoperasian atas pelayanan angkutan yang bersifat perintis dimana terdapat konsentrasi sebagian besar kelompok masyarakat miskin/tidak mampu berada, agar pelayanannya pada  lintas yang ditunjuk/ditugaskan di daerah terpencil dan/atau belum berkembang tetap terjamin/terselenggara secara berkelanjutan.

Sebagai suatu kegiatan, sasaran pendistribusian subsidi keperintisan  angkutan penyeberangan perintis harus sesuai dengan tujuan dan misi program pengembangan keperintisan LLASDP, dimana misi dan tujuannya adalah sebagai berikut :
Misi dari keperintisan LLASDP adalah menghubungkan daerah-daerah terpencil dan atau daerah yang belum berkembang .
Sedangkan indikator dari daerah terpencil dan atau daerah yang belum berkembang adalah :

1).    Daerah yang belum dilayani oleh perusahaan angkutan di perairan yang beroperasi secara tetap dan teratur; atau
2).    Daerah yang secara komersial belum menguntungkan untuk pelayanan angkutan; atau
3).    Daerah yang tingkat pendapatan perkapita masyarakatnya masih  sangat rendah

Tujuan dari penyelenggaraan  keperintisan LLASDP adalah:
i).    Sebagai wujud pengabdian Pemerintah kepada masyarakat.
Tujuan ini sejalan dengan amanat UUD 1945 Pasal 34, yang menyatakan bahwa negara bertanggung jawab atas fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Kewajiban pemerintah dalam pelayanan umum termasuk pelayanan transportasi angkutan penyeberangan dilakukan berdasarkan pertimbangan kebijakan pemerataan pembangunan antar wilayah/daerah, yang mengharuskan daerah-daerah terpencil dan atau belum berkembang wajib diberikan pelayanan meski secara finansial rugi. Sebagai konskuensinya Pemerintah memberikan kompensasi subsidi bagi operator yang diberikan penugasan untuk menyelenggarakan/ mengoperasikan angkutan penyeberangan perintis untuk melayani daerah tersebut.

ii).    Sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi wilayah

Dalam fungsinya sebagai jembatan bergerak, penyelenggaraan angkutan penyeberangan pada lintasan daerah perintis dimaksudkan sebagai pioneering (perintis/pelopor) dalam mobilisasi atau pergerakan lalu lintas dan pemindahan angkutan baik orang (penumpang) maupun kendaraan. Dengan tersedianya pelayanan tranportasi angkutan penyeberangan perintis maka distribusi barang dan jasa dari sentra produksi  ke tempat konsumen dapat berjalan lancar, dan meningkatkan mobilisasi penduduk agar dapat membuka keterisoliran daerah terpencil dan atau belum berkembang, sehingga terjadi peningkatan kegiatan ekonomi pada daerah tersebut. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi pada masyarakat. Dari sisi transportasi  angkutan penyeberangan, peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dan peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat yang diindikasikan dengan:

a).    Semakin tingginya permintaan masyarakat daerah tersebut untuk menggunakan jasa angkutan penyeberangan yang ditandai dengan perkembangan load factornya telah mencapai load factor yang disepakati (pada LF 50%).  Dengan telah tercapainya Load factor yang disepakati mengindikasikan telah terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat pada daerah tersebut, dan dari sisi penyelenggaran angkutan penyeberangan perintis,  pendapatan yang diperoleh dari pengoperasian kapal telah mampu menutup biaya operasi yang dikeluarkan, sehingga subsidinya diberhentikan dan status perintis pada lintasan tersebut direkomendasikan menjadi lintasan komersial. Hal tersebut berarti menggugurkan indikator daerah terpencil dan atau daerah yang belum berkembang pada angka (2) dan (3).

b).    Terdapatnya perusahaan swasta yang beroperasi dalam pelayanan angkutan pada lintasan tersebut. Beroperasinya perusahaan swasta dalam melayani jasa angkutan pada lintasan mengiindikasikan telah terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat pada daerah tersebut dan sekaligus menggugurkan indikator daerah terpencil dan atau belum berkembang [angka (1), (2), dan (3)]. Sehingga subsidi yang diberikan kepada operator diberhentikan dan status perintis pada lintasan tersebut direkomendasikan menjadi lintasan komersial.

]]>
https://dardela.com/2020/01/06/subsidi-keperintisan-angkutan-penyeberangan/feed/ 0
Investigasi Geoteknik https://dardela.com/2020/01/06/investigasi-geoteknik/ https://dardela.com/2020/01/06/investigasi-geoteknik/#respond Mon, 06 Jan 2020 17:46:11 +0000 http://dardela.com/?p=432
1    TUJUAN INVESTIGASI

Investigasi geoteknik atau penyelidikan tanah dan batuan sebagai alas bagi konstruksi jalan rel adalah tahap yang krusial dalam perencanaan jalan kereta api. Pengalaman menunjukkan bahwa biaya yang dikeluarkan dalam pembangunan jalan kereta api dapat membengkak akibat penyelidikan yang tidak memadai. Biaya dalam tahap penyelidikan geoteknik seringkali ditekan hingga serendah mungkin, sehingga penyelidikan dilakukan dalam tingkat yang amat kasar, hal ini pada akhirnya membuahkan parameter tanah yang tidak cukup representatif. Parameter tanah yang tidak mencerminkan kondisi tanah yang sesungguhnya bermuara pada kesalahan dalam perencanaan.

Tujuan investigasi geoteknik adalah untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan kondisi tanah dan air tanah pada suatu lokasi tertentu. Untuk mendapatkan informasi tersebut pada umumnya dilakukan dengan pengeboran (boring and drilling), dimana contoh tanah diambil untuk diuji lebih lanjut. Tujuan investigasi geoteknik secara umum dapat diuraikan sebagai berikut.
Profil perlapisan tanahUntuk memperoleh profil perlapisan tanah, maka diperlukan pemboran untuk mengambil contoh tanah pada kedalaman yang berbeda-beda. Dari profil perlapisan tanah informasi penting yang harus diperoleh adalah sebagai berikut:Informasi berkenaan dengan jenis lapisan tanah, tebalnya dan kemiringan lapisan-lapisan tersebut.Lokasi lapisan tanah keras atau lapisan batuan
Variasi perlapisan tanah secara horizontal yang meliputi seluruh proyek.Kondisi air tanah yang meliputi: a) digunakan untuk menentukan letak muka air tanah dan tekanannya dan b) digunakan untuk menentukan permeabilitas tanah.Sifat-sifat fisik tanah dan batuan.Sifat-sifat mekanika tanah dan batuan, seperti kekuatan dan kompressibiltas.Hal-hal khusus pada perlapisan tanah, seperti adanya lapisan tipis material lapuk, adanya kantung-kantung kerikil pada lapisan pasir dan lain-lain.Informasi-informasi khusus lainnya, seperti adanya kandungan bahan kimia dalam air tanah, diketahuinya kondisi pondasi struktur di dekat proyek.
2    PROSEDUR INVESTIGASI

Prosedur investigasi geoteknik umumnya melewati tahap-tahapan sebagai berikut:
ReconnaisanceInvestigasi pendahuluanInvestigasi rinciPenyelidikan selama konstruksi
Tahap-tahap investigasi yang disebutkan di atas pada hakikatnya menunjukkan tingkatan investigasi yang diperlukan. Tahap investigasi tertentu akan memberi petunjuk apakah perlu melakukan investigasi pada tahap berikutnya. Sebagai contoh, informasi yang diperoleh dalam tahap reconnaissance akan menjadi petunjuk untuk melakukan investigasi pendahuluan berkenaan dengan hal-hal yang perlu diinvestigasi lebih lanjut.  Dalam melakukan investigasi tidak selalu diperlukan melakukan 4 tahap investigasi secara berturut-turut. Jika dianggap cukup, maka investigasi hanya sampai pada tahap investigasi pendahuluan, tergantung pada tingkat kompleksitas perlapisan tanah yang ada dan struktur yang akan dibangun.


Terakhir diperbaharui ( Jumat, 13 Maret 2009 )
]]>
https://dardela.com/2020/01/06/investigasi-geoteknik/feed/ 0
Pemilihan Lokasi Jalan Rel https://dardela.com/2020/01/06/pemilihan-lokasi-jalan-rel/ https://dardela.com/2020/01/06/pemilihan-lokasi-jalan-rel/#respond Mon, 06 Jan 2020 17:45:01 +0000 http://dardela.com/?p=430
Disadur dari Centre of Transportation Research and Education, Iowa State University, CE353 Lecture

William W. Hay defines excellence in engineering as an economic combination of traffic, distance, curvature, rise and fall, and gradient. The concepts described as related to the location process apply equally to new construction, realignment, and major rehabilitation. This is particularly important given the maturity of the rail and highway transport systems (e.g., few new rail lines are being constructed today).

LocationGeneral Steps in the Planning and Design Process
Establish needEstablish/define basic featuresTerminiGeneral locationSize or classLevel of serviceIdentify and compare preliminary alternative alignmentsChoose preferred preliminary alignmentFinal design (including Horizontal/vertical alignment, dimensions/slopes, standards, quantities and types)Location influences cost and other impacts (environmental, socio-economic, operational, etc.)Factors
Topography/terrainManmade developmentOperating speedsUse (freight or passenger train traffic)TonnageType of rolling stockPhysical featuresGround CoverWeatherWater CourseWater TableSoil ConditionsLocation of Resources (for contruction and market)Location of IndustryTownsHighwaysRailroadsMountain PassesRiver Crossing SitesTraffic CentersPopulation CentersControlling factors that depend upon terrain
Level terrainRight of way costLand useBridgesExisting roads, rail, power linesSubgrade conditionAvailability of borrowRolling terrain
Grade and curvature considered carefullyDepth of cut, height of fillDrainage structuresNumber of bridgesMountainous terrain
Grade controls (maximum grade criteria)Preliminary Location
Begin with aerial photogrammetry or a topographical mapClick here for an example aerial photo for a location we will design for in lab this semester, near Berwick IowaClick here for a closeup of the existing rail line through BerwickClick here for terraserver aerial photography of the worldClick here for an example USGS DRG (digital raster graphic) with topo mapA good scale is 200 (1″ = 200′) – same as 1:2400 (error ~4′)Contours at this scale are usually provided at 2′ to 5’intervalsConsiderations:Grade rules operating costs. It determines the number of trains required to haul a specific amount of traffic. Ruling grade determines operating speed, number of locomotives needed and tonnage (number of cars) that can be accommodated ina single train. Alternatively, the tonnage rating for a specific line gives the maximum tonnage that can be hauled in a single train, given that the train may have to stop along its route (see lecture on motive power)Follow the terrain where possibleConnect long tangents with long curvesDon’t mix long, small curves with short, sharp curvesConsider grades and curves and satisfy criteria (balance)Directness is not very important in rail design for operating costs, but may be very important for ROW costs in relatively level terrain.Crossings – minimizeImpacts (environmental, social)If federal funds involved or interstate, must do an EIS (Environmental Impact Statement)covering …Environmental ImpactAdverse Impact During ImplementationPresentation of AlternativesShort Term vs. Long Term AffectsIrretrievable Resources NeededAn example of one environmental issue related to rail operations is noise impact Click here to see what the CN Railroad has to say about the issue
The following images illustrate some constraints to the alignment process:topographical mapProposed AlignmentNatural Barriers (water courses, wetlands, archeological)Manmade Barriers – roadsManmade Barriers – structuresManmade other: sensitive land usesCriteria listed in Table 12-1Final Design
Use 100 scale maps (1:1200, others 1:1000 or 1:500)Set horizontal and vertical controlsCalculate tangents, curve lengths, superelevation transition, …Try to balance cut (waste) and fill (borrow)Hauls should be downhill and shortPlace crests in cuts and sags in fillsUse long tangents and long curves, short tangents with sharp curvesProvide for DrainageConsider operational impact of designMax grade of 1 degree if possible, 2-2.5 in mountainous areas possible (see lectures on motive power and resistive forces to determine power requirements.)Economic Analysis
For a profitable line, choose the line with the highest p … 
To account for time value of money, and to put costs and expenses into the same units, must use an anualized cost…
 
For a subsidized line, do a benefit/cost analysis, and choose the one with the highest B/C …
 
Can also use present worth …
 
 
 
To compute present value of building the line, compute present value of components individually or use a weighted average of anticipated useful life …40 yrs. for structures50-100 yrs. for ROW20-30 yrs. for rolling stock“Maafkan saya yang hina telah buta, tidak melihat gunung Thay Shan yang tinggi telah berdiri di depan mata.” (Kam Hong Tie dan saya dihadapan teman-teman)

Terakhir diperbaharui ( Selasa, 05 Agustus 2008 )
]]>
https://dardela.com/2020/01/06/pemilihan-lokasi-jalan-rel/feed/ 0
SNI Bidang Perkeretaapian https://dardela.com/2020/01/06/sni-bidang-perkeretaapian/ https://dardela.com/2020/01/06/sni-bidang-perkeretaapian/#respond Mon, 06 Jan 2020 17:41:28 +0000 http://dardela.com/?p=427
Tidak banyak yang tahu bahwa Badan Standarisasi Nasional Indonesia, BSN (National Standardization Agency of Indonesian) telah menerbitkan 22 buah standar untuk jalan rel sejak tahun 1987.  Seharusnya standar ini otomatis menjadi acuan dalam proses engineering dan pelaksanaan.

 SNI  Judul ICS  SNI 04-3866-1995
 Peraturan tentang pantograf kereta rel listrik
29.280
 SNI 04-6274-2000 Traksi listrik – Sarana gelinding – Uji gabungan inverter-penyulang motor bolak-balik dan sistem kendalinya29.280 SNI 04-6275.3-2000 Peralatan elektronika yang digunakan pada kendaraan di atas rel. Bagian 3: Berbagai komponen, peralatan
 elektronika terprogram dan keandalan dari sistem elektronika 29.280 SNI 04-3590-1994 Suplai tegangan sistem traksi 29.280 SNI 04-3866-1995 Peraturan tentang pantograf kereta rel listrik 29.280 SNI 11-1079-1989 Kasut roda untuk kereta gerbong dan lokomotif 45.040 SNI 11-1080-1989 Roda pejal (solid) baja karbon untuk kereta gerbong dan lokomotif 45.040 SNI 11-1649-1989 Alat perangkai otomatis untuk kereta 45.060 SNI 11-1653-1989 Sepatu rem besi tuang untuk kereta api 45.060 SNI 11-0197-1987 Bantalan kayu untuk kereta api, Peraturan pengujian 45.080 SNI 11-1650-1989 Bahu bantalan beton rel kereta api tipe II 45.080 SNI 11-2756-1992 Bahu bantalan beton rel kereta api tipe I 45.080 SNI 11-3388-1994 Bantalan beton blok tunggal dan sistem penambat rel, Metode pengujian 45.080 SNI 11-3675-1995 Pelat andas rel kereta api dari baja 45.080 SNI 11-3676-1995 Pelat andas rel kereta api dari besi cor 45.080 SNI 11-3677-1995 Penjepit elastis rel kereta api 45.080 SNI 11-4013-1996 Mutu dan cara uji sambungan las termit rel kereta api 45.080 SNI 11-4040-1996 Alas rel untuk penambat elastis rel kereta api dari bahan polietilen 45.080 SNI 11-4041-1996 Insulator untuk penambat elastis rel kereta api dari bahan logam 45.080 SNI 11-1078-1989 Kereta api, Istilah umum 01.040.45 SNI 05-7115-2005 Spesifikasi paku baja berulir untuk pengikat rel kereta api 
Sebelum Direktorat Jenderal Perkeretaapian terbentuk, Direktur Jenderal Perhubungan Darat telah menerbitkan 3 buah KD yaitu:

 Nomor
Judul
 SK.1076/KA.305/DRJD/2000 Petunjuk Teknis Pemeriksaaan dan Pengujian Sarana Kereta Api SK.770/KA.401/DRJD/2005 Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang antara Jalan dengan Jalur Kereta Api SK.770/KA.401/DRJD/2005 Pedoman Teknis Perlintasan Sebidang antara Jalan dengan Jalur Kereta Api
SK Dirjen tersebut selayaknya dijadikan standar oleh BSN agar semakin lengkaplah standar untuk jalan rel. (Irwan Joe)
Terakhir diperbaharui ( Rabu, 07 Mei 2008 )
]]>
https://dardela.com/2020/01/06/sni-bidang-perkeretaapian/feed/ 0
Penataan Angkutan KA Komuter Ekonomi https://dardela.com/2020/01/06/penataan-angkutan-ka-komuter-ekonomi/ https://dardela.com/2020/01/06/penataan-angkutan-ka-komuter-ekonomi/#respond Mon, 06 Jan 2020 17:38:08 +0000 http://dardela.com/?p=424

Pada penyediaan layanan transportasi, dalam hal ini kereta api angkutan penumpang ekonomi terdapat tarik menarik kepentingan antara para pemangku kepentingan. Para pemangku kepentingan dimaksud adalah masyarakat selaku pengguna jasa, yang berkepentingan terhadap tarif yang terjangkau daya beli masyarakat dan pelayanan yang layak sehingga masih seimbang antara nilai tambah dan pengorbanan yang harus dibayarkan. Selanjutnya adalah  penyedia jasa sebagai entitas usaha, yang berkepentingan terhadap keuntungan dan kelangsungan usahanya, serta Pemerintah selaku regulator yang berkepentingan untuk mengatur dan mengawasi agar pengguna jasa dan penyedia jasa tidak ada yang dirugikan dengan menyelaraskan perbedaan kepentingan tersebut.

Dalam upaya menyelaraskan antara kepentingan penyedia jasa angkutan dengan pengguna jasa angkutan, maka Pemerintah melakukan intervensi dalam menetapkan tarif jasa angkutan kereta api yang dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat, menentukan dan mengawasi tingkat pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa, dan memberikan kompensasi berupa dana PSO termasuk keuntungan yang wajar bagi penyedia jasa.

Tingkat tarif akan menentukan besarnya penerimaan perusahaan jasa angkutan kereta api dan sekaligus juga akan menunjukkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pengguna jasa angkutan. Tarif diusahakan masih dalam jangkauan daya beli pengguna jasa angkutan namun tetap menjamin penerimaan yang  layak bagi perusahaan jasa angkutan.

Tarif angkutan merupakan besar biaya yang ditanggung/ dibebankan kepada pengguna jasa angkutan kereta api sebagai  kompensasi biaya yang dikeluarkan oleh penyedia jasa sehubungan dengan penggunaan fasilitas yang digunakan untuk  tingkat pelayanan tertentu. Pengenaan tarif untuk kereta api angkutan penumpang ekonomi ditentukan oleh pemerintah (Dephub).

Dalam kondisi persaingan sempurna, tarif angkutan merupakan hasil pembagian antara biaya-biaya produksi/operasi dalam penyelenggaraan angkutan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Pada kondisi tertentu daya beli masyarakat tidak dapat dipertemukan dengan kebutuhan pengusahaan angkutan, perlu diadakan subsidi oleh Pemerintah. Dalam hal angkutan bersubsidi seperti kewajiban pelayanan umum (PSO) pada kereta api angkutan penumpang ekonomi, maka idealnya tarif  jasa angkutan lebih rendah dari hasil pembagian  tersebut.

Kewajiban pelayanan umum (PSO) kereta api angkutan penumpang ekonomi  diberikan sebagai akibat disparitas/perbedaan harga pokok penjualan operator penyedia jasa angkutan (BUMN / Swasta) dengan harga atas produk/jasa (tarif) yang ditetapkan oleh pemerintah agar pelayanan produk / jasa tetap terjamin dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat (publik), oleh karena itu dilakukan campur tangan Pemerintah dalam menentukan besaran tarif jasa kereta api angkutan penumpang ekonomi  agar terjangkau oleh kemampuan masyarakat.

Apabila terjadi penetapan tarif angkutan dibawah harga pokok idealnya, maka pemerintah harus menyediakan kompensasi  berupa dana PSO  kepada penyedia jasa (operator). Pemberian subsidi tersebut dilakukan  kepada penyedia jasa kereta api angkutan penumpang ekonomi sehubungan dengan selisih pendapatan dengan biaya operasional sebagai akibat  masih rendahnya faktor muat (load factor) lintasan kereta api yang dilayani. Perhitungan kompensasi pada penyelenggaraan penugasan kewajiban pelayanan umum (PSO) kereta api penumpang ekonomi   dilakukan terhadap penyediaan pelayanan kelas ekonomi di seluruh wilayah operasi penyedia jasa (PT. KA) serta terhadap pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur  jalan kereta api milik Pemerintah, sehingga pembayaran Pemerintah terhadap penyedia jasa harus sama dengan PSO + IMO – TAC.Dalam pasar yang efisien pemberian subsidi atau kompensasi untuk penugasan PSO harus sesuai dengan biaya tambahan yang dikeluarkan ditambah dengan marjin keuntungan, sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan atas Pasal 66 ayat (1)  dalam UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN, yaitu bahwa “Jika dalam implementasi penugasan tersebut, setelah dikaji secara finansial tidak layak (feasible), Pemerintah memberikan kompensasi berupa subsidi melalui skema PSO, termasuk marjin keuntungan yang diharapkan”.  Akan tetapi penjelasan pasal tersebut tidak merinci bagaimana marjin keuntungan yang diharapkan dihitung, sehingga dalam realisasinya terdapat perbedaan pendekatan sistem perhitungan kompensasi PSO antara Pemerintah selaku pemberi penugasan PSO dengan penyedia jasa selaku pelaksana penugasan PSO  yang mengakibatkan kerugian bagi penyedia jasa.

Pada penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum (PSO) yang ada saat ini terdapat perbedaan pendekatan dalam perhitungan biaya antara pembeli (Dephub) dan penyedia jasa /operator (PT. KA) serta lemahnya mekanisme kontrak formal membuat pembayaran PSO seringkali di bawah biaya yang sebenarnya, yang mengakibatkan adanya kerugian yang dialami oleh operator (BUMN). Lebih lanjut, kurangnya kompetisi dalam pelaksanaan PSO secara efektif menurunkan insentif untuk efisiensi, sehingga meningkatkan biaya penyediaannya. Sebagai akibatnya,  jumlah kompensasi dana PSO subsidi yang dialokasikan belum cukup untuk memberikan tingkat pelayanan yang layak. Dengan kondisi tersebut, maka pengusahaan kereta api angkutan penumpang ekonomi yang dilakukan oleh penyedia jasa adalah dengan melakukan efisiensi biaya pokok operasi,  terutama pada biaya perawatan/pemeliharaan, sebagai akibatnya terjadi penurunan tingkat pelayanan yang diberikan kepada pengguna jasa.

Perhitungan biaya pokok operasi pada pelaksanaan kewajiban pelayanan umum  kereta api angkutan penumpang ekonomi  saat ini menggunakan metoda Full Costing  dimana seluruh biaya dibebankan sebagai biaya  penyelenggaraan kewajiban pelayanan umum (PSO) kereta api angkutan penumpang ekonomi dengan pembebanan tertentu.  Dalam perhitungan biaya pokok operasi perlu kiranya dikaji lebih lanjut khususnya untuk biaya tidak langsung (overhead) dengan meminimalkan besaran biaya bergabung (common cost) melalui identifikasi biaya yang timbul dari sumber kegiatannya, untuk selanjutnya dilakukan pembebanan  dengan menggunakan dasar yang relevan.

Dalam perhitungan biaya pokok operasi, juga terdapat komponen biaya yang harus dicermati, seperti  besaran keuntungan/ marjin bagi penyedia jasa.  Mengacu pada UU No. 19 tahun 2003 tentang BUMN dan sebagai suatu entitas bisnis,  maka sudah selayaknya jika dalam komponen biaya pokok operasi terdapat  keuntungan/marjin bagi penyedia jasa.  Lebih lanjut,  biaya pokok yang belum disesuaikan dengan kondisi saat ini dapat juga menyebabkan  kerugian bagi penyedia jasa  dalam kegiatan operasiionalnya, ketika load factor yang diharapkan tidak tercapai, dan juga komponen biaya pokok operasi sudah berubah naik.

Berdasarkan penjelasan uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan mendasar dalam penataan kereta api angkutan penumpang ekonomi, antara lain sebagai berikut:

  1. Permasalahan dalam penentuan tarif berdasarkan biaya pokok operasi penyedia jasa yang efisien.
  2. Permasalahan dalam penentuan marjin keuntungan yang layak bagi penyedia jasa dalam perhitungan komponen biaya pokok operasi.
  3. Penentuan tarif berdasarkan realisasi daya beli masyarakat (pengguna jasa).
  4. Penentuan tingkat pelayanan sesuai dengan besaran tarif yang ditetapkan.
]]>
https://dardela.com/2020/01/06/penataan-angkutan-ka-komuter-ekonomi/feed/ 0